EDUPARK, KORBAN PEMBANGUNAN EDUTORIUM
Oleh: Muhammad Afriansyah
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi semester 7
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Perhelatan Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2020 diselenggarakan di Wilayah Jawa Tengah, mengambil tuan rumah di Surakarta, tepatnya di UMS. Muktamar sebagai permusyawaratan tertinggi dalam persyarikatan Muhammadiyah dan berbagai agenda di dalamnya, tentu membutuhkan infrastruktur yang mendukung agenda tersebut, mulai dari tempat penginapan peserta, masjid sebagai sarana ibadah, dan gedung sebagai tempat pelaksanaan. Poin terakhir inilah yang sampai hari ini belum terwujud.
Kabar tersebut sudah sejak lama digaung-gaungkan, setidaknya dimulai ketika peresmian Masjid Sudalmiyah Rais yang bertempat di area kampus 2 UMS pada tanggal 3 Desember 2017, dalam acara pengajian hari bermuhammadiyah. Muktamar dengan kepesertaan dari seluruh pelosok Indonesia, berkumpul di satu arena, mengharuskan gedung tempat berlangsungnya Muktamar harus mampu menampung kapasitas orang dengan jumlah banyak.
Di EduPark nantinya dibangun tempat Muktamar, yang akan diberi nama Edutorium. Dari sudut pandang ekologi, EduPark merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana diatur dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Bab I Pasal 1 ayat 31, yang menyatakan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, mempunyai banyak manfaat. Di antaranya sebagai penyejuk suhu pada siang hari, “pabrik” produksi oksigen, dan yang tidak kalah penting adalah sebagai area resapan air.
Beberapa kali penulis memasuki EduPark, terhitung baru pada bulan Desember ini, area EduPark mulai “dibersihkan” pepohonannya dan hal-hal lain yang “mengganggu” dengan cara ditebangi dan dibakar. Sampai hari ini belum ada tanda-tanda pembangunan Edutorium. Dilihat dari jangka waktu menjelang 2020, terhitung hanya tinggal kurang lebih 1 tahun.
Dengan jangka waktu pembangunan yang relatif singkat ini, agaknya menurut hemat penulis, pembangunan Edutorium ini tidak bisa maksimal. Kecuali benar-benar didukung oleh pendanaan yang besar dan proses pembangunan yang maksimal. Terlepas dari proses pembangunan yang terhitung relatif singkat, serta sumber dan aliran pendanaan yang menjadi kebijakan penuh dari elite kampus dan persyarikatan, EduPark sebagai Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh UMS memiliki banyak fungsi lain yaitu sebagai area rekreasi warga UMS maupun masyarakat sekitar EduPark.
Di samping sebagai Ruang Terbuka Hijau dan area rekreasi masyarakat, sesuai namanya, EduPark juga digunakan sebagai sarana edukasi bagi sivitas akademi UMS sendiri, sebagai contoh Program Studi Pendidikan Biologi yang sering melaksanakan praktikum di EduPark. Seperti yang penulis jalani sejak semester 1, berbagai macam praktikum sudah dilaksanakan di area EduPark. Selain melakukan kegiatan praktikum dengan sarana pohon dan vegetasi lainnya, Program Studi Pendidikan Biologi juga mengelola rumah kompos yang terletak di dekat pintu masuk sebelah barat. Entah bagaimana nasib praktikum Program Studi Pendidikan Biologi ketika sebagian besar EduPark dialih fungsikan menjadi kompleks Edutorium.
Kemudian muncul pertanyaan, ketika ruang terbuka hijau dialih fungsikan menjadi bangunan, mau dikemanakan pohon-pohon yang sudah ada di kawasan EduPark tersebut? Apakah akan dipindahkan ke tempat lain? Dan apakah ada pengganti area yang nantinya akan dijadikan sebagai Edutorium? Bagaimana dampaknya terhadap kondisi ekosistem area EduPark dan sekitarnya?
Berkaitan dengan adanya penebangan pepohonan sebagai konsekuensi pembangunan Edutorium, Sofyan Anif, selaku rektor UMS dalam harian Solopos edisi Jumat, 14 Desember 2018 menyatakan bahwa penebangan pohon hanya sebagian dan bukan yang tanaman langka. Karena tanaman langka yang ada di kawasan itu tetap akan dipertahankan dengan cara dicabut dan dipindah ke tempat lain.
Masih menurut Sofyan Anif, ground breaking atau pembuatan fondasi gedung dijadwalkan dimulai pada awal Januari tahun depan. Meskipun begitu, setidaknya mulai awal Desember ini, beberapa pohon di area EduPark sebelah barat sudah mulai “dibersihkan”. Ini merupakan salah satu hal yang sangat disayangkan, beberapa pohon sebagai unsur biotik (unsur makhluk hidup) penting dalam suatu lingkungan, dalam hal ini ruang terbuka hijau (baca: EduPark) malah ditebang dan dibakar. Di EduPark akan kita temukan beberapa jenis pohon di antaranya jati ambon, mahoni, mangga, duwet, ketapang, pucuk merah, trembesi, dan jambu biji. Di antara pohon-pohon tersebut yang mendominasi adalah pohon jati ambon dan mahoni.
Pohon-pohon dan vegetasi lain tersebut memiliki fungsi ekologis terhadap EduPark, yaitu sebagai penahan dan penyerap air yang masuk ke dalam tanah sebagai pencegahan agar tidak mengalir begitu saja dan turut mengalirkan unsur-unsur hara (mineral) penyubur tanah. Pohon-pohon tersebut juga berfungsi menyerap karbon dioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) lewat proses fotosintesis. Adanya ruang terbuka hijau (baca: EduPark) juga sebagai area resapan air, sehingga berdampak positif terhadap stabilnya ketersediaan air tanah di area tersebut dan sekitarnya.
Dari sudut pandang ekologi, ketika ada usaha pemindahan tanaman-tanaman yang ada di EduPark, prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Harus ada penyesuaian tanaman yang dipindahkan dengan lingkungan barunya atau disebut dengan aklimatisasi dan itu pun tidak bisa dilakukan pada sembarang tanaman. Sedangkan ketika ada “ganti rugi lahan” EduPark, maka harus diganti dengan area yang sama dengan EduPark atau setidaknya sebanding dengan area EduPark yang “digusur” dan digunakan untuk pembangunan kompleks Edutorium.
Menurut hemat penulis, pembangunan Edutorium di area EduPark sarat dengan kepentingan. Kepentingan yang dimaksud di sini adalah, hanya mereka yang punya kepentingan terhadap EduPark dan Edutorium yang bersuara. Fungsi ekologis EduPark akan digantikan oleh fungsi ekonomis. Pembangunan Edutorium ini bertentangan dengan usaha-usaha konservasi dan tidak memperdulikan efek lingkungan yang kelak akan ditimbulkan.. Dalam artian, pembangunan ini mengharuskan dilakukannya penebangan pohon-pohon yang ada di area EduPark membuat berkurangnya kuantitas vegetasi yang ada, yang mengakibatkan berkurangnya sumber daya alam. Idealnya di internal PP Muhammadiyah lewat Majelis Lingkungan Hidup sudah melakukan kajian lingkungan terhadap tempat pembangunan Edutorium agar pembangunan ini tidak abai terhadap usaha konservasi. Atau mungkin malah PP Muhammadiyah menyerahkan sepenuhnya kepada UMS selaku tuan rumah dan pembangun gedung.
Jika kita melihat dari perspektif etika lingkungan, pembangunan edutorium menggunakan paradigma antroposentrisme yang menempatkan kebutuhan manusia pada strata tertinggi dari seluruh kebutuhan yang ada di bumi. Paradigma (cara pandang) ini menganggap manusia mampu memberikan arah dalam tatanan ekosistem baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga alam akan dilihat hanya sebagai objek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan cara pandang ini, umumnya manusia mengutamakan rencana jangka pendek (atas pembangunan yang dilakukan) dan yang lebih ironis, faktor untung rugi menjadi patokan utama dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Dalam hal ini, peran mahasiswa untuk mengawal pembangunan Edutorium di atas lahan hijau EduPark belum terlihat. Sepanjang pengetahuan penulis, sampai hari ini sepertinya hampir semua mahasiswa, antusias/menyambut dengan kebanggaan atas pembangunan Edutorium sebagai calon bangunan yang megah. Para aktivis organisasi mahasiswa pun nampaknya sedang tidak/belum bereaksi terhadap pembangunan Edutorium ini. Hal ini terjadi mungkin karena momen akhir tahun 2018 ini juga merupakan momen reorganisasi hampir seluruh ormawa UMS, sehingga kebanyakan aktivis mencurahkan pikiran, tenaga, dan waktunya untuk momen reorganisasi. Terlepas dari momen reorganisasi ormawa UMS, lagi-lagi pembangunan Edutorium di atas lahan hijau EduPark adalah pembangunan yang sarat dengan kepentingan.
Terselenggaranya dialog atau diskusi antara birokrat UMS dan mahasiswa mengenai pembangunan Edutorium di atas lahan hijau EduPark mungkin bisa dijadikan sebagai sarana pencerdasan kepada warga masyarakat UMS mengenai pembanguna Edutorium sebagai tempat pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ke-48 sekaligus sebagai penyampaian komitmen UMS dalam pembangunan yang tidak abai terhadap kelestarian lingkungan serta usaha konservasi yang sudah sejak lama dirintis dan dikembangkan lewat adanya EduPark. Itu pun jika UMS berkenan dan memang punya komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan usaha konservasi. Sehingga, pembangunan Edutorium di atas lahan hijau EduPark beserta “ganti rugi lahan” (jika memang ada) bisa dijadikan tolak ukur komitmen UMS terhadap kelestarian lingkungan dan usaha konservasi.
Penulis selaku mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, bagian dari warga masyarakat UMS berharap, PP Muhammadiyah selaku “yang punya hajat” Muktamar dan UMS selaku tuan rumah yang akan membangun Edutorium, tidak mengabaikan kelestarian lingkungan serta usaha konservasi dalam pembangunan Edutorium. Penulis juga berharap proses pembangunan Edutorium berjalan dengan lancar serta pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah ke-48 menghasilkan keputusan-keputusan strategis dan terbaik, termasuk dalam hal lingkungan dan terlaksana tanpa ada halangan apa pun, termasuk halangan berupa protes pembangunan gedung di atas lahan hijau dari berbagai pihak.
Salam lestari, salam konservasi.